TEMPO.CO, Jakarta - Bangunan Shelter tsunami untuk Tempat Evakuasi Sementara (TES) di Ulak Karang, Padang terbengkalai. Shelter berlantai lima yang berada di Jalan Sumatera Ulak Karang yang selesai dibangun BNPB pada tahun lalu itu tidak terawat. Sejumlah peralatan pembangkit listrik tenaga surya hilang sehingga sirene peringatan tsunami tidak bisa berfungsi.
Baca juga: Sejarah Gempa Mentawai: Besaran Magnitudo dan Tsunami 2010
Sejumlah peralatan pembangkit listrik dari tenaga surya di lantai lima hilang, seperti baterai panel surya tidak terlihat, stop kontak listrik, kabel, dan lampu-lampu hilang. Dinding di bagian penyimpanan peralatan juga penuh coretan. Tidak ada sumber air bersih untuk minum dan MCK. Sirene peringatan tsunami yang ada di menara lantai lima juga tidak bisa berfungsi karena tidak ada listrik.
Shelter TES yang berjarak 500 meter dari pantai Ulak Karang itu baru selesai dibangun tahun lalu dan akan digunakan untuk tempat evakuasi menampung ribuan warga yang tinggal di Ulak Karang di daerah zona merah tsunami. Tetapi setiap kali ada gempa warga juga tidak pernah memanfaatkan bagunan ini untuk evakuasi walaupun pagarnya tidak terkunci.
“Bangunan ini tidak ada listriknya, kalau malam hari menyeramkan, bagaimana kita mau mengungsi ke atasnya, tidak pernah juga dikatakan ini untuk apa, jadi kalau ada gempa saya membawa keluarga naik motor, mencari tempat tinggi,” kata Riki, warga Ulak Karang, Senin, 12 Februari 2019. Ia menyayangkan gedung shelter itu yang tidak digunakan sehingga tidak bisa dimanfaatkan masyarakat.
“Bahkan ada kejadian kasus kekerasan seksual di sini beberapa waktu lalu, karena gelapnya gedung, itu yang membuat masyarakat jadi tidak mau kemari,” katanya.
Di Kota Padang, BNPB (Badan Nasional Penanggulang Bencana) sudah membangun tiga shelter TES (Tempat Evakuasi Sementara), dua di Tabing di Kecamatan Koto Tangah dan satu di Ulak Karang. Tiap bangunan TES ini bisa menampung hingga 4 ribu orang.
Kepala Bidang Kebencanaan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang Hendry mengatakan Shelter TES Ulak Karang setelah selesai dibangun setahun lalu belum diserahkan oleh BNPB ke Pemeritah Kota Padang untuk digunakan sehingga menjadi terbengkalai.
Dua shelter TES lainnya sudah diserahkan BNPB kepada Pemerintah Kota Padang sehingga bisa dimanfaatkan masyarakat.
“Dua TES yang lainnya sudah diserahkan secara resmi oleh BNPB sehingga menjadi asset Kota Padang. Bahkan dua TES itu sekarang dikelola sangat baik oleh masyarakat di kelurahan, sehari-hari mereka manfaatkan untuk perkawinan. Kalau yang ini, kami tidak bisa melakukan apa-apa, karena belum diserahkan,” kata Hendry.
Ia mengatakan, karena belum diserahkan, anggaran untuk perawatan juga tidak bisa dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Padang. “Kami berharap ini bisa cepat diserahkan agar bisa ikut dijaga oleh masyarakat sekitar,” katanya. Ia mengatakan, pemeliharaannya juga bisa ditanggung Pemko Padang. Bahkan masyarakat juga bisa memanfaatkan dan menjaganya. "Kalau shelter yang belum diserahkan ini kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kami berharap pemerintah provinsi cepat menyelesaikan masalah ini,” kata Hendry.
Koordinator IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) Daerah Sumatra Barat, Ade Edward mengatakan persiapan mitigasi di Sumatera Barat harus cepat dilakukan karena aktivitas gempa di zona megatrust Mentawai semakin meningkat. “Padang dan Pariaman adalah yang paling terancam karena penduduknya banyak dan permukimannya padat serta jauh dari bukit,” katanya.
Baca juga: Rentetan Gempa Mentawai, Warga Pulau Pagai Mengungsi ke Bukit
Selain shelter TES, Ade Edward mengatakan bangunan tinggi yang bertahan dari gempa Pariaman 2009 juga menurutnya bisa dijadikan shelter. “Gempa pembangkit tsunami itu kan pusatnya jauh, sehingga getarannya itu tidak besar terhadap Sumatera Barat, yang dikuatirkan ini adalah tsunaminya. Belajar dari tsunami Aceh juga gempanya tidak meruntuhkan bangunan, karena tipe gempa pembangkit tsunami itu tipenya lambat," kata Ade Edward.